Minggu, 24 Nov 2024
Home
Search
Menu
Share
More
atsariyyah pada Fiqh Salat
2 Jul 2024 16:25 - 3 menit reading

Seputar Penggabungan Niat dan Shalat Sunnah

Tanya:
Assalamualaikum Ustad,
saya ingin menanyakan seputar shalat:

  1. Jika kita masuk mesjid muazin sedang azan kita boleh shalat tahiyatul mesjid langsung atau mesti menunggu sampai muazin selesai azan kemudian shalat tahiyatul mesjid?
  2. Apakah di mushalla ada shalat tahiyatul mesjid juga atau tidak ada?
  3. Jika kita berwudu di mesjid kemudian ingin melaksanakan shalat, shalat mana yang di dahulukan shalat tahiyatul mesjid atau shalat wudhu?
  4. Shalat mana yang kita lakukan, jika waktu qamat sudah hampir tiba (waktunya sempit cuma bisa untuk satu shalat sunat saja), kita lakukan shalat sunat qabliatan rawatib atau shalat tahiyatul mesjid?
  5. Jika kita terlambat dalam shalat berjamaah kemudian imam salam, apakah kita mundur menjadi makmum terhadap orang yang di samping kita?
  6. Jika kita melakukan shalat sunat badiyah rawatib Magrib atau isya kemudian orang datang dan menjadi makmum, apakah bacaan kita kita keraskan atau tetap di sirkan saja?
    Mohon maaf banyak pertanyaan saya, karena tidak tau untuk bertanya yang tepat sesuai dengan manhaj salaf.
    Wassalam
    Deni Rinaldi [xxxxx@gmail.com]

Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah

  1. Keduanya boleh dilakukan. Hanya saja, yang lebih utama adalah dia mendengarkan azan terlebih dahulu agar dia bisa menjawab azan (mengikuti ucapan muazzin membaca doa setelah azan), baru setelah itu dia shalat.
  2. Mushalla dalam artian masjid kecil yang tidak dipakai shalat jumat, juga termasuk masjid dalam istilah syariat. Karenanya tetap berlaku padanya hukum-hukum masjid, berupa: Shalat 2 rakaat sebelum duduk, larangan jual beli di situ, boleh i’tikaf di situ, dan seterusnya. Ini jika tanah atau bangunan mushallanya berupa wakaf. Jika keduanya bukan wakaf, maka tidak ada shalat tahiyatul masjid padanya. Wallahu a’lam.
  3. Dia boleh mengerjakan shalat sunnah 2 rakaat dan meniatkannya sebagai shalat wudhu sekaligus tahiyatul masjid. Jika dia ingin mengerjakan keduanya, maka dia bisa mendahulukan shalat tahiyatul masjid sebelum shalat sunnah wudhu.
  4. Dia boleh meniatkan keduanya dalam 1 shalat. Jika dia hanya ingin meniatkan salah satunya, maka meniatkan shalat qabliah lebih utama. Wallahu A’lam.
  5. Boleh saja dia menjadi menjadikan orang di sebelah kirinya menjadi imam. Tapi lebih utama kalau dia shalat sendirian. Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
    إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
    “Jika kalian mendengar iqamat dikumandangkan, maka berjalanlah menuju shalat dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang berwibawa dan jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
    Yakni: Kalian sempurnakanlah kekurang kalian sendiri-sendiri.
  6. Bacaannya tetap sirr (tidak dikeraskan), karena dia sementara shalat sunnah rawatib. Yang menjadi patokan adalah shalat dia sendiri, bukan shalat orang yang bermakmum kepadanya. Wallahu A’lam

Simak video pembahasan terkait Shalat-Shalat Sunnah.
Baca artikel lain terkait shalat pada Kategori Fiqh Shalat.