Tanya:
Bolehkah mempelajari anatomi tubuh manusia dengan menggunakan patung tengkorak manusia?
Jawab:
Para ulama sepakat bahwa gambar makhluk bernyawa dalam wujud 3 dimensi -seperti patung kerangka manusia- adalah gambar yang terlarang untuk dibuat dan terlarang untuk membawanya masuk ke dalam rumah.
Mereka berdalil dengan sejumlah dalil, yaitu:
Dari Jabir radhiallahu anhu ia berkata:
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. al-Tirmizi dan ia berkata, “Hadits hasan shahih.”)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لا تَدْخُلُ الْمَلائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ تَمَاثِيلُ أَوْ تَصَاوِيرُ
“Para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang padanya terdapat patung-patung atau gambar-gambar.” (HR. Muslim)
Aisyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim:
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Aisyah memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Ia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
Karenanya, tidak boleh memasukkan patung kerangka manusia secara utuh ke dalam rumah, dan juga tidak boleh melakukan shalat dalam ruangan yang patung itu terdapat padanya.
Solusinya:
Tatkala yang terlarang dalam syariat hanyalah gambar makhluk yang bernyawa, maka pisahkanlah antara kepala patung dengan bagian tubuhnya. Pelajari anatomi bagian tubuh terlebih dahulu, baru kemudian bagian anatomi bagian kepala secara tersendiri.
Hal itu karena Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata:
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril alaihissalam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas pembaringan, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang padanya terdapat gambar-gambar.” (HR. al-Nasai)
Mirip dengan hadits ini dari hadits Aisyah riwayat Muslim, hadits Ibnu Umar riwayat Al-Bukhari, dan hadits-hadits lainnya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya hilang maka tidak ada lagi gambar.” (HR. al-Baihaqi)
Kedua hadits ini menunjukkan bahwa memanfaatkan gambar makhluk bernyawa hukumnya boleh, setelah kepalanya hilang. Hal itu karena tidak ada satu pun makhluk bernyawa yang tidak mempunyai kepala.
Setelah selesai mempelajari bagian tubuh, silakan mempelajari anatomi bagian kepalanya saja. Karena, sebagaimana tidak ada makhluk bernyawa yang hanya mempunyai tubuh tanpa kepala, maka demikian halnya tidak ada makhluk bernyawa yang hanya mempunyai kepala tanpa tubuh. Wallahu a’lam.
Kemudian, ketika sedang tidak digunakan, hendaknya patung ini disimpan di tempat yang tertutup atau ditutupi dengan sesuatu, dengan tetap memisahkan antara bagian kepala dengan bagian tubuhnya. Wallahu a’lam.
Sebagai tambahan:
Para ulama kontemporer secara umum telah memfatwakan bolehnya membedah jenazah untuk tujuan pendidikan kedokteran. Mereka berdalil bahwa maslahat yang lahir darinya jauh lebih besar daripada mudharat yang terdapat padanya.
Para ulama yang memfatwakan pembolehan ini adalah:
- Haiah Kibar Al-Ulama KSA, pada sidang IX, keputusan no. 47, tahun 1420 H.
- Majma’ Al-Fiqhi Al-Islami, pada sidang X, bulan Safar tahun 1408 H.
- Lajnah Al-Ifta` Al-Azhar Mesir, pada tanggal 29 Februari 1971 M
Namun, sebagian ulama ada yang membatasi pembolehan ini hanya pada jenazah non muslim secara umum, seperti al-Syaikh Muhammad Asy-Syinqithi. Bahkan Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah -pada sebagian fatwa beliau- hanya membatasi pembolehannya pada kafir harbi, bukan semua jenis non muslim. Wallahu a’lam.
Kembali ke pertanyaan, jika menjadikan jenazah manusia sebagai alat praktek dalam mempelajari anatomi tubuh manusia adalah hal yang boleh karena besarnya maslahat padanya, maka menjadikan patung kerangka manusia sebagai alat praktek dalam hal ini lebih patut untuk diperbolehkan. Terlebih jika kita sudah memisahkan antara bagian kepala dengan bagian tubuhnya. Karena dalam keadaan seperti itu, patung itu sudah tidak sebagai gambar makhluk bernyawa. Wallahu a’lam.
Simak artikel bermanfaat lainnya di Kategori Fiqh Kontemporer.