Minggu, 24 Nov 2024
Home
Search
Menu
Share
More
4 Nov 2024 08:19 - 6 menit reading

Mazhab Syafi’i, Para Ulama, dan Karya Tulisnya

Mazhab Syafi’i adalah salah satu mazhab fikih yang paling banyak pengikutnya dari umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, Malaysia, Brunei, Mesir, Somalia, dan Yaman.
Imam al-Syafi’i rahimahullah sendiri melahirkan 2 karya tulis penting yang menjadi referensi utama dalam metodologi pengambilan hukum (ijtihad), yaitu al-Risalah dan al-Umm.
Berikut sejumlah nama fuqaha Syafiiyah dari masa ke masa:

  1. Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H). Beliau murid langsung dari Imam Syafi’i dan penulis kitab Mukhtashar al-Muzani, yang merupakan kitab rujukan utama dalam mazhab Syafi’i, setelah al-Umm.
  2. Yusuf bin Yahya al-Buaythi (w. 231 H). Beliau juga murid langsung dari Imam Syafi’i, bahkan beliau yang menggantikan posisi Imam Syafi’i sebagai pengajar. Beliau menulis kitab Mukhtashar al-Buwaithi.
  3. Al-Qadhi Husain (w. 462 H). Beliau menulis kitab al-Ta’liqah, yang merupakan penjelasan dari kitab Mukhtashar al-Muzani. Istilah “Qadhi” dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, merujuk kepada beliau rahimahullah.
  4. Abu al-Thayyib al-Thabari (w. 450 H). Beliau juga menulis kitab dengan judul dan tujuan yang sama dengan al-Qadhi Husain.
  5. Al-Mawardi (w. 450 H). Penulis kitab al-Hawi al-Kabir, kitab yang berisi penjelasan fiqh Mazhab Syafi’i beserta dalil-dalilnya.
  6. Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi (458 H). Imam ahli hadis dalam mazhab Syafi’i dan penulis kitab Sunan al-Baihaqi dan Ma’rifah Sunan wal Atsar, kitab hadis terpenting dalam mazhab, yang menyebutkan dalil-dalil dari fiqh mazhab Syafi’i beserta sanadnya.
  7. Imam al-Haramain, Abdul Malik bin Abdillah bin Yusuf (w. 478). Penulis kitab Nihayatul Mathlab fii Dirayatil Mazhab, yang merupakan penjelasan dari kitab Mukhtashar al-Muzani. Beliau juga menulis kitab al-Waraqat dan al-Burhan dalam disiplin ilmu ushul fiqhi. Jika kata “imam” tersebut secara mutlak dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, maka yang dimaksud adalah Imam al-Haramain rahimahullah.
  8. Abu Ishaq al-Syirazi (w. 476 H). Salah satu penulis terkenal dalam mazhab Syafi’i. Salah satu karyanya adalah kitab al-Muhadzdzab, yang dijelaskan oleh Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Juga kitab al-Luma’, salah satu rujukan penting dalam ushul fiqh mazhab Syafi’i.
  9. Al-Ruyani (w. 502 H). Penulis kitab Bahrul Mazhab. Kata “kedua Qadhi” dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, merujuk kepada al-Qadhi al-Mawardi dan al-Qadhi al-Ruyani rahimahumallah.
  10. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (w. 505 H). Hujjatul Islam, penulis kitab Ihya` Ulumiddin yang terkenal, sekaligus murid dari Imam al-Haramain. Beliau meringkas kitab gurunya (Nihayatul Mathlab) menjadi kitab al-Basith, lalu meringkas al-Basith menjadi al-Wasith, lalu meringkas al-Wasith menjadi al-Wajiz.
  11. Abul Qasim Al-Rafi’i (w. 623 H). Penulis kitab al-Muharrar yang merupakan ringkasan kitab al-Wajiz, dan kitab Syarhul Kabir yang merupakan penjelasan dari kitab yang sama.
  12. Yahya bin Syarah al-Nawawi (w. 676 H). Penulis kitab Minhajut Thalibin yang merupakan ringkasan dari kitab al-Muharrar, dan Raudhatut Thalibin yang merupakan ringkasan Syarhul Kabir. Minhajut Thalibin adalah matan tertinggi dalam mazhab Syafi’i. Kata “kedua Syaikh” dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, merujuk kepada beliau berdua rahimahumallah.
  13. Taqiyuddin al-Subki (w. 756). Salah seorang ulama penting dalam mazhab Syafi’i, penulis kitab Jam’ul Jawami, salah satu kitab rujukan utama dalam disiplin ilmu ushul fiqhi mazhab Syafi’i. Kata “para Syaikh” dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, merujuk pada al-Rafi’i, al-Nawawi, al-Subki rahimahumullah.
  14. Al-Jalal al-Mahalli (w. 864 H). Bersama, Imam al-Jalal al-Suyuthi, beliau berdua menulis kitab tafsir yang terkenal, Tafsir Jalalain. Beliau menulis kitab Kanzur Raghibin, yang merupakan penjelasan dari kitab Minhajut Thalibin. Kata “pensyarh” dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, merujuk kepada beliau rahimahullah.
  15. Zakariya bin Muhammad al-Anshar (w. 926 H). Penulis sejumlah kitab fiqh dan ushul fiqh yang mazhab Syafi’i, seperti Fathul Wahhab Syarh Manhajut Thullab dan Tuhfatut Thullab Syarh Tahrir Tanqihil Lubab. Dalam ushul fiqhi, beliau menulis kitab Lubbul Ushul, yang beliau jelaskan sendiri dalam kitab Ghayatul Wushul. Istilah “Syaikhul Islam” dalam kitab-kitab fiqh Syafi’i, merujuk kepada beliau rahimahullah.
  16. Ahmad bin Hajar al-Haitami (w. 974 H). Penulis kitab Tuhfatul Muhtaj, yang merupakan penjelasan dari kitab Minhajut Thalibin.
  17. Al-Khathib al-Syirbini (w. 977 H). Penulis kitab Mughnil Muhtaj, yang merupakan penjelasan dari kitab Minhajut Thalibin.
  18. Syamsuddin al-Ramli (w. 1004 H). Penulis kitab Nihayatul Muhtaj, yang merupakan penjelasan dari kitab Minhajut Thalibin.
  19. Al-Qalyubi (w. 1069 H). Salah seorang faqih dalam mazhab Syafi’i, dan penulis hasyiyah terhadap Kanzur Raghibin dan Tuhfatut Thullab.

Kitab-kitab penting dalam mazhab Syafi’i
Sebagian besar kitab penting dalam mazhab Syafi’i sudah tersebut, mengikuti nama penulisnya masing-masing. Berikut sejumlah kitab penting lain yang belum tersebut di atas:

  1. Ghayah wat Taqrib, atau Matan Abi Syuja’, atau Ghayatul Ikhtishar, karya Abu Syuja’ Ahmad bin al-Husain (w. 434 H). Kitab terkenal yang menjelaskan kitab ini adalah Fathul Qarib karya al-Ghazzi (w. 918 H) dan al-Iqna’ karya al-Khathib al-Syirbini.
  2. Umdatus Salik, karya Ibnu Naqib al-Mishri (w. 769 H)
  3. Shafwatus Zubad karya Ibnu Raslan (w. 844 H), yang merupakan versi bait syair dari kitab al-Zubad karya Hibatullah al-Barizi (w. 738 H)
  4. Muqaddimah Hadhramiyah atau Masailut Ta’lim, karya Abdullah bin Abdirrahman BaFadhl (w. 918 H). Kitab terkenal yang menjelaskan kitab ini adalah Manhajul Qawim karya Ibnu Hajar al-Haitami dan Busyral Karim karya Ba’asyan (w. 1270 H)
  5. Fathul Muin, yang merupakan penjelasan dari kitab Qurratul ‘Ain, keduanya karya Zainuddin al-Mallibari (w. 1028 H).
  6. Safinatun Naja, karya Salim bin Abdillah al-Hadhrami (w. 1270 H), dengan penjelasan Ahmad bin Umar al-Syathiri (w. 1360) yang berjudul Nailur Raja.

Maksud kata “Mazhab Syafi’i”.
Suatu pendapat sah dikatakan sebagai mazhab Syafi’i, jika itu merupakan pendapat muktamad (resmi) mazhab, yang telah diverifikasi para ulama yang memiliki otorisasi dalam mazhab Syafi’i. Mereka menyebutkan bahwa semua pendapat yang ada sebelum zaman al-Rafi’i dan al-Nawawi rahimahumallah, telah dicek dan diteliti (tanqih) oleh keduanya. Jika keduanya sepakat, maka itulah pendapat yang muktamad dalam mazhab. Jika keduanya berbeda, maka yang muktamad adalah pendapat Imam al-Nawawi, karena keunggulan beliau dalam ilmu hadis.

Setelah keduanya, ada Ibnu Hajar dan al-Ramli rahimahumallah. Pendapat yang muktamad dalam mazhab adalah apa yang keduanya sepakati. Jika keduanya berbeda pendapat, ulama mazhab Syafi’i Yaman dan Hijaz lebih mengungggulkan pendapat Ibnu Hajar, sementara ulama mazhab Syafi’i Mesir lebih mengungggulkan pendapat al-Ramli.

Manfaat mempelajari fiqh melalui satu mazhab, terkhusus mazhab Syafi’i bagi masyarakat Indonesia.
Mempelajari fiqh melalui salah satu mazhab fiqh sangatlah penting karena beberapa alasan berikut:

  1. Konsistensi dan Kesatuan: Mengikuti satu mazhab membantu menjaga konsistensi dalam penerapan hukum Islam. Ini membantu mencegah kebingungan yang bisa timbul dari memilih pendapat dari berbagai mazhab tanpa pengetahuan mendalam.
  2. Kedalaman Pemahaman: Memahami satu mazhab secara mendalam memungkinkan seseorang untuk benar-benar menguasai metodologi dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Ini memberikan landasan yang kuat sebelum mungkin beralih atau membandingkan dengan mazhab lain.
  3. Pembelajaran Terstruktur: Setiap mazhab memiliki struktur dan kurikulum yang jelas dalam mengajarkan fiqh. Ini membantu pelajar memulai dari dasar hingga ke tingkat lanjutan dengan langkah-langkah yang sistematis.
  4. Tradisi dan Warisan Ilmiah: Mazhab-mazhab fiqh terwariskan melalui jalur ilmiah yang panjang dengan kontribusi dari banyak ulama besar. Ini memberikan kekayaan dalam literatur dan rujukan yang dapat diandalkan.
  5. Sesuai dengan Lingkungan dan Budaya: Mengikuti mazhab yang sesuai dengan mayoritas masyarakat suatu daerah juga membantu dalam hal kebiasaan dan praktik sehari-hari yang sudah terinternalisasi dalam budaya setempat. Dan bagi masyarakat Indonesia adalah mazhab Imam Syafi’i.
    Namun, penting juga untuk tetap menghargai dan memahami perbedaan pendapat antar mazhab. Kesatuan dalam perbedaan adalah salah satu kekayaan Islam, dan memahami variasi ini dapat memperkaya pemahaman dan toleransi kita terhadap praktik ibadah yang berbeda.

Mazhab Syafi’i terus berkembang dan berkaitan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan masyarakat. Para ulama dari berbagai generasi berkontribusi dalam memperkaya dan mengembangkan mazhab ini sehingga tetap relevan dan bermanfaat bagi umat Islam.