Allah Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu mengambil pelajaran.” (QS. al-Nur: 27)
Allah Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِيْنَ مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ وَالَّذِيْنَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلٰثَ مَرّٰتٍۗ مِنْ قَبْلِ صَلٰوةِ الْفَجْرِ وَحِيْنَ تَضَعُوْنَ ثِيَابَكُمْ مِّنَ الظَّهِيْرَةِ وَمِنْۢ بَعْدِ صَلٰوةِ الْعِشَاۤءِۗ ثَلٰثُ عَوْرٰتٍ لَّكُمْۗ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌۢ بَعْدَهُنَّۗ طَوَّافُوْنَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali. Yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari, dan setelah salat Isya. (Itu adalah) tiga (waktu yang biasanya) aurat (terbuka) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu. (Mereka) sering keluar masuk menemuimu. Sebagian kamu (memang sering keluar masuk) atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Nur: 58)
Dari Sahl bin Sa’ad al-Saidi, beliau bercerita:
اطَّلَعَ رَجُلٌ مِن جُحْرٍ في حُجَرِ النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، ومع النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ مِدْرًى يَحُكُّ به رَأْسَهُ، فَقالَ: لو أعْلَمُ أنَّكَ تَنْظُرُ، لَطَعَنْتُ به في عَيْنِكَ، إنَّما جُعِلَ الِاسْتِئْذَانُ مِن أجْلِ البَصَرِ
“Ada seorang lelaki yang melihat ke dalam rumah Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan ketika itu beliau sementara memegang sebuah sisir. Beliau bersabda, “Seandainya aku tahu kamu melihat, aku akan menusukkan sisir ini ke matamu. Sesungguhnya meminta izin itu disyariatkan untuk menjaga pandangan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Berikut sebagian adab-adab dalam meminta izin:
1. Sunnah mendahuluinya dengan salam sebelum meminta izin.
Dari Rib’i ia berkata: Seorang dari Bani ‘Amir menceritakan kepada kami, bahwa ia pernah meminta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam sementara beliau berada dalam rumahnya. Ia berkata, “Apakah saya boleh masuk?” Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada pelayannya, “Keluarlah dan ajarkan kepadanya adab meminta izin.” Ia lalu keluar dan berkata: “Katakanlah: Assalaamu ’alaikum, bolehkah saya masuk?” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
2. Hendaknya orang yang meminta izin berdiri di sebelah kanan atau sebelah kiri pintu.
Hal ini bertujuan agar ia tidak mengarahkan pandangannya kepada tempat-tempat yang tidak halal baginya pada rumah orang tersebut, atau sesuatu yang si pemilik rumah tidak senang jika ia melihatnya.
Dari Abdullah bin Busr, beliau berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendatangi kediaman suatu kaum, beliau tidak menghadap ke arah pintu rumah dengan wajahnya, akan tetapi beliau memalingkan wajahnya ke arah kanan atau kiri. Lalu berkata: “Assalamu ’alaikum, assalaamu ’alaikum”. Hal itu karena, rumah-rumah ketika itu belum memiliki penghalang seperti daun pintu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
3. Haram hukumnya melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin.
Tujuan meminta izin adalah untuk menjaga pandangan. Barangsiapa yang melihat apa-apa yang tidak halal baginya dengan tanpa izin, lalu kedua matanya dicungkil, maka tidak ada kisas dan denda bagi pemilik rumah yang melakukannya. Sandaran hukumnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu secara marfu’, “Barangsiapa yang dengan sengaja menengok atau melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin pemiliknya, maka halal bagi mereka untuk mencungkil matanya”. (HR. Muslim)
Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila seseorang menengok atau melihat ke dalam rumahmu tanpa izin, lalu kamu melemparnya dengan batu kerikil hingga tercungkil matanya, maka tidak ada dosa bagi kamu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Meminta izin itu maksimal hanya tiga kali.
Apabila seseorang meminta izin lalu pemiliknya memberi izin, maka ia boleh masuk. Jika pemiliknya tidak memberi izin, maka hendaknya ia pulang. Dari Abu Musa al-Asy’ary secara marfu’, “Jika seorang meminta izin sampai tiga kali, namun tidak ada jawaban, maka hendaknya ia pulang”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Masalah : Jika kita telah meminta izin sebanyak tiga kali dan belum ada jawaban. Namun kita menyangka mungkin pemilik rumah belum mendengarnya, apa yang harus kita lakukan ketika itu?
Para ulama mengatakan: Sebaiknya beramal dengan lahiriah hadits, yaitu pulang. Sebagian ulama mengatakan: Ia boleh menambah sampai suara orang yang meminta izin itu benar-benar terdengar.
Imam Malik berkata, “Meminta izin itu batasnya tiga kali, tidak sunnah menambahnya walaupun cuma sekali, kecuali bagi orang yang benar-benar yakin kalau yang pemilik rumah belum mendengar suaranya, maka aku berpendapat boleh untuk menambahnya”. (al-Tamhid: 3/192)
5. Jangan hanya mengatakan “ saya “, ketika pemilik rumah bertanya, “Siapa ini?“
Hukum makruh ini terdapat dalam hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Saya mendatangi Rasulullah untuk membayar hutang ayahku. Ketika aku mengetuk pintu rumah beliau, beliau bertanya, “Siapa itu?” Aku menjawab, “Saya.” Maka beliau bersabda: “Saya, saya,” sepertinya beliau tidak menyukai jawaban tersebut.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Maka sepatutnya bagi seseorang yang bertamu,, ketika pemilik rumah bertanya tentangnya, untuk menyebutkan namanya dengan jelas agar pemilik rumah mengetahuinya.
Catatan penting:
Jika nama orang yang meminta izin sama dengan nama orang lain, dan pemilik rumah sulit membedakannya dari sekedar mendengar suara, maka selayaknya orang yang meminta izin menghilangkan kesamaran tersebut agar pemilik rumah bisa mengenalinya. Hal ini akan semakin jelas dengan hadits berikut: “Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam berjalan menuju ke rumah beliau, Zainab istri Ibnu Mas’ud datang meminta izin kepada beliau. Ia berkata, ”Wahai Rasulullah, ini Zainab.” Maka beliau berkata, ”Zainab yang mana?” Ia berkata, ”Zainab istri Ibnu Mas’ud.” Beliau berkata, ”Ya, silakan masuk!” (HR. al-Bukhari no. 1462)
6. Tidak mengetuk pintu terlalu keras.
Karena hal itu termasuk adab yang buruk. Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu beliau berkata, “Pintu kediaman Nabi shallallahu alaihi wasallam diketuk dengan menggunakan kuku.” (HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari, ”Adab ini dilakukan para sahabat sebagai bentuk adab yang tinggi. Ini adalah adab terpuji jika pemiliknya dekat dengan pintu. Adapun jika ia jauh dari pintu, sehingga suara ketukan pintu dengan kuku tidak terdengar, maka sebaiknya mengetuk pintu lebih keras lagi sesuai dengan kebutuhan.”
7. Jika pemilik rumah menyuruh untuk pulang, maka orang yang meminta izin harus pulang dan tidak boleh menunggu.
Hal ini berdasarkan firman Allah, “Dan apabila dikatakan kepada kalian, kembalilah. Maka kalian kembalilah. Yang demikian itu lebih menyucikan bagi kalian.“ (QS. al-Nur: 28).
8. Tidak boleh memasuki rumah orang lain tanpa izin.
Ini merupakan sikap sewenang-wenang terhadap hak orang lain. Ibnu Katsir mengatakan, “Hal itu dikarenakan perbuatan tersebut adalah perbuatan mengganggu milik orang lain tanpa izin. Apabila ia menghendaki niscaya ia mengizinkanya, dan jika tidak maka ia tidak akan mengizinkannya.“
9. Jika pemilik rumah mengundangnya, maka ia tidak perlu minta izin untuk masuk ketika sudah datang.
Hal itu karena undangan atau utusan pemilik rumah untuk menjemputnya, sudah merupakan bentuk pemberian izin kepadanya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila seseorang mengundang kalian untuk makan, kemudian ia mengutus seseorang sebagai utusannya, maka itu merupakan izin baginya”. (HR. Abu Daud)
Ulama mengecualikan pada permasalahan ini, jika seseorang terlambat menghadiri undangan pada waktunya, atau pada waktu itu situasi dan kondisi mengharuskan ia meminta izin, maka ia wajib meminta izin terlebih dahulu.
10. Meminta izin ketika ingin berdiri dan meninggalkan majelis.
Yang demikian itu merupakan adab Nabawiyah yang mulia. Sebagaimana anda meminta izin ketika hendak masuk, begitu pula hendaknya anda meminta izin ketika hendak pulang atau meninggalkan majelis.
Kemungkinan alasan wajibnya hal ini adalah karena adanya kekhawatiran ia akan melihat hal-hal yang tidak halal. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian mengunjungi saudaranya kemudian duduk di dekatnya, maka janganlah ia berdiri sampai ia memberikan izin kepadanya.” (Sahih menurut al-Albani dalam al-Shahihah no.182)
11. Meminta izin kepada ibu atau saudara perempuan ketika akan masuk menemuinya.
Hal itu agar penglihatannya tidak melihat hal-hal yang terlarang, misalnya auratnya, atau hal-hal lain yang kaum wanita tidak senang jika terlihat oleh selain mereka.
Muslim bin Nadzir mengatakan: Seorang laki-laki bertanya kepada Huzaifah, ”Apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?” Huzaifah menjawab, ”Jika engkau tidak meminta izin kepada ibumu, engkau akan melihat hal-hal yang engkau benci.” (HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)
12. Sunnah memberi kabar kepada istri ketika akan masuk rumah, terkhusus ketika pulang dari safar.
Hal itu agar suami tidak melihat istrinya dalam keadaan yang dapat membuatnya marah, atau istri sedang melakukan sesuatu yang suaminya tidak senang melihatnya.
Dari Zainab istri Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anha, dia berkata, “Jika Abdullah pulang dari menyelesaikan suatu keperluan, dia berdehem karena khawatir kami dalam keadaan yang ia tidak sukai”. (Sanadnya sahih menurut Ibnu Katsir)
13. Para pembantu dari kalangan budak dan anak-anak yang belum balig, harus meminta izin kepada mereka dalam tiga keadaan:
Pertama: Sebelum salat Subuh.
Kedua: Waktu tidur siang sebelum Zuhur
Ketiga: Setelah salat Isya
Ibnu Katsir berkata pada tafsir surah al-Nur ayat 58, “Maksudnya apabila mereka masuk pada selain ketiga waktu tersebut, maka tidak ada dosa bagi kalian jika kalian membolehkan mereka, dan juga mereka tidak berdosa apabila melihat sesuatu pada selain dari tiga waktu tersebut.“
Demikian ringkasan dari kitab Al-Adab karya Fuad bin Abdil Aziz Asy-Syalhub, pada pembahasan Adab-Adab Meminta izin.
Baca artikel lain terkait dengan adab, pada Kategori Akhlak dan Adab.