Rabu, 23 Okt 2024
Home
Search
Menu
Share
More
atsariyyah pada Fiqh Salat
8 Agu 2024 09:02 - 4 menit reading

Cara Duduk Tasyahud Akhir pada Salat Dua Rakaat

Tanya:
Assalamu ‘alaikum wwb.
Ustadz afwan ana mau tanya dalil yang menerangkan salat yang dua rakaat dengan duduk iftirasy ?
A. Fakhri [xxxxx@yahoo.coom]

Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa pada salat yang dua rakaat, duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy. Dalam hadis Abdullah bin al-Zubair radhiallahu anhu ia berkata:
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ، افْتَرَشَ اْليُسْرَى وَنَصَبَ اْليُمْنَى
“Jika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam duduk pada rakaat kedua, beliau menghamparkan yang kiri dan menegakkan yang kanan.” (HR. Ibnu Hibban)
Semakna dengannya hadis Wail bin Hujr riwayat al-Nasai no. 1158 dengan sanad yang sahih.

Hanya saja, kedua hadis ini tidak bisa menjadi dalil bahwa semua salat yang 2 rakaat, duduknya dengan cara iftirasy. Hal itu karena kata “rakaat kedua” dalam hadis tidak pasti bermakna salat yang dua rakaat. Karena ada kemungkinan kata tersebut bermakna rakaat kedua pada salat yang empat rakaat.

Ada sebuah kaidah ushuliyah yang berbunyi: “Jika pada makna sebuah dalil terdapat lebih dari satu kemungkinan yang saling bertentangan dan sama kuatnya, maka tidak boleh berdalil dengannya.” Kata “rakaat kedua” dalam hadis Abdullah bin al-Zubair dan Wail bin Hujr di atas mengandung dua kemungkinan yang sama kuat, yaitu: Dua rakaat pada salat yang dua rakaat dan dua rakaat pada salat yang empat rakaat. Karenanya tidak boleh berdalil dengannya.

Dari sisi yang lain, kalimat ‘rakaat kedua’ dalam hadis ini masih bersifat mutlak atau masih bersifat mujmal. Sementara ada riwayat lain yang mengikat dan merinci kalimat tersebut, bahwa maksud “rakaat kedua” pada kedua hadis adalah rakaat kedua pada salat yang empat rakaat. Salah satunya adalah hadis Rifa’ah bin Rafi radhiallahu anhu secara marfu’:
فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ فَاطْمَئِنَّ وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ
“Maka jika engkau duduk pada pertengahan salat (rakaat kedua), hendaknya kamu thumakninah, dan hamparkan paha kirimu (duduk iftirasy), lalu lakukanlah tasyahhud.” (HR. Abu Dawud)

Juga hadis Abu Humaid al-Saidi radhiallahu anhu ia berkata:
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ.
”Jika beliau duduk pada rakaat kedua, beliau menduduki kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy). Jika beliau duduk pada rakaat terakhir, beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain, dan menduduki panggulnya (tawarruk).” (HR. al-Bukhari)

Maka perhatikan lafazh فِي الرَّكْعَتَيْنِ pada hadis Abdullah bin al-Zubair dan pada hadis Abu Humaid, niscaya kita bisa mengetahui kalau yang dimaksud dengan ‘rakaat kedua’ pada hadis Abdullah bin al-Zubair adalah rakaat kedua dari empat rakaat, bukan salat yang dua rakaat. Wallahu A’lam.
Kesimpulannya, hadis Abdullah bin al-Zubair dan Wail bin Hujr tidak menunjukkan bahwa semua salat yang dua rakaat maka duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy.

Lantas, bagaimana cara duduk pada duduk tasyahud akhir pada salat yang 2 rakaat, seperti pada salat subuh dan salat-salat sunnah?
Jawab:
Lahiriah hadis Abu Humaid menunjukkan bahwa semua duduk tahiyat akhir -yaitu duduk tahiyat yang setelahnya salam- adalah duduk tawarruk, baik yang 4 rakaat, 3 rakaat, 2 rakaat, atau 1 rakaat. Hal ini juga tersebut dalam riwayat-riwayat lain hadis Abu Humaid ini, yaitu:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي يَكُوْنُ فِيْهَا التَّسْلِيْمُ
”Jika pada rakaat yang terdapat padanya salam”, yakni beliau tawarruk. Al-Hafizh menyebutkan riwayat ini dalam al-Fath.

Dalam riwayat Ibnu Hibban:
الَّتِي تَكُوْنُ خَاتِمَةُ الصَّلاَةِ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
”Pada rakaat yang menjadi penutup salat, maka beliau mengeluarkan kaki kiri (dari bawah kaki kanan) dan duduk dengan tawarruk (panggul) pada sisi kiri tubuhnya.”
Dalam riwayat Ibnu al-Jarud:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ اْلقَعْدَةُ الَّتِي فِيْهَا اْلتَسْلِيْمُ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَجَلَسَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
“Sehingga pada duduk yang padanya terdapat salam, maka beliau mengeluarkan kaki kirinya dan duduk dengan tawarruk di atas (panggul) sisi kirinya.”
Dan dalam riwayat al-Tirmizi dan Ahmad:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيْهَا الصَّلاَةُ
“Sehingga pada rakaat yang salat berakhir padanya.”

Maka semua lafaz ini tegas menunjukkan bahwa cara duduk pada duduk tasyahud yang setelahnya salam atau tasyahud akhir adalah tawarruk, baik salat yang 1 rakaat, 2 rakaat, 3 rakaat, maupun 4 rakaat.
Abu Syuja’ rahimahullah berkata ketika menyebutkan sebagian sunnah-sunnah salat, “Duduk iftirasy pada semua duduk dalam salat, dan duduk tawarruk pada duduk (tasyahud) akhir.”
Para ulama menyebutkan hikmahnya bahwa jika seseorang duduk tawarruk, agak sulit kalau akan bergerak kembali. Karenanya ia hanya sunnah pada duduk akhir yang setelahnya tinggal salam. Sementara seseorang lebih mudah bergerak kembali jika posisi duduknya iftirasy, karenanya ia disunnahkan pada duduk yang setelahnya ia masih harus bergerak.  Baca tambahan penjelasan terkait masalah ini pada artikel Niat Wudhu, serta Cara Duduk dalam Salat.

Simak video penjelasan terkait Sunnah-Sunnah Muakkadah dalam Salat