Rabu, 23 Okt 2024
Home
Search
Menu
Share
More
atsariyyah pada Fiqh Thaharah Hadis
27 Jul 2024 09:37 - 6 menit reading

Mengusap Khuf (Sepatu) sebagai Pengganti Mencuci Kaki

Dari al-Mughirah bin Syu’bah -radhialahu anhu- ia berkata:
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي مَسِيرٍ. فَقَالَ لِي أَمَعَكَ مَاءٌ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. فَنَزَلَ عَنْ رَاحِلَتِهِ، فَمَشَى حَتَّى تَوَارَى فِي سَوَادِ اللَّيْلِ. ثُمَّ جَاءَ، فَأَفْرَغْتُ عَلَيْهِ مِنْ الْإِدَاوَةِ ،فَغَسَلَ وَجْهَهُ. وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُخْرِجَ ذِرَاعَيْهِ مِنْهَا حَتَّى أَخْرَجَهُمَا مِنْ أَسْفَلِ الْجُبَّةِ. فَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ أَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ. فَقَالَ: دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ وَمَسَحَ عَلَيْهِمَا

“Saya pernah bersama Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pada suatu malam dalam perjalanan. Lalu beliau bersabda kepadaku, “Apakah kamu memiliki air?” Aku menjawab, “Ya.” Lalu beliau turun dari kendaraannya, kemudian berjalan hingga tersembunyi dalam gelapnya malam (untuk buang air besar), sampai beliau datang kembali. Aku kemudian menuangkan air dari geriba, untuk beliau mencuci muka. Karena memakai jubah wol yang kedua lengannya sempit, maka beliau kesusahan untuk mengeluarkan kedua tangannya, sehingga beliau mengeluarkan tangannya lewat bawah jubahnya. Beliau selanjutnya mencuci kedua tangan sampai siku dan mengusap kepalanya. Ketika aku jongkok untuk melepas kedua sepatu beliau, beliau bersabda, “Biarkan keduanya, karena aku memasukkan kedua kakiku dalam keadaan sudah bersuci.” Beliau kemudian hanya mengusap bagian atas kedua khufnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dari Shafwan bin ‘Assal -radhiallahu anhu- ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ
“Jika kami sedang bepergian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta agar kami tidak membuka sepatu-sepatu kami selama tiga hari tiga malam kecuali ketika kami junub. Kami tetap boleh mengusap sepatu setelah buang air besar, buang air kecil, dan tidur.” (HR. al-Tirmizi, al-Nasai, dan Ibnu Majah)
Dari Ali bin Abi Thalib -radhiallahu anhu- ia berkata:
جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ
“Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- telah menjadikan waktu tiga hari tiga malam bagi musafir (untuk mengusap khuf), dan sehari semalam bagi orang yang menetap (muqim).” (HR. Muslim)

Penjelasan:
Salah satu rukhshah (keringanan) dalam Syariat Islam adalah bolehnya mengganti mencuci kedua kaki dalam wudhu, dengan mengusap kedua khuf. Keringanan ini berlaku bagi musafir, dan juga bagi mukim. Keduanya hanya berbeda dalam hal durasi pembolehannya.

Definisi Khuf:
Khuf adalah alas kaki yang menutupi seluruh bagian kaki, termasuk kedua mata kaki. Baik ia terbuat dari kulit, maupun dari bahan lainnya. Syarat khuf yang boleh diusap adalah khuf yang suci. Karena itu, tidak sah mengusah khuf yang najis atau yang ternajisi. Contoh khuf najis adalah yang bahannya dari kulit bangkai yang belum melalui proses penyamakan. Contoh khuf yang ternajisi adalah khuf yang terkena najis.

Syarat Sah Mengusap Kedua Khuf:
Pertama: Bersuci secara sempurna -dengan berwudhu atau mandi junub- sebelum memakai kedua khuf.
Syarat ini berdasarkan hadis al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu anhu. Jika ia berwudhu, lalu setelah ia mencuci kaki kanan, ia langsung memasukkannya ke dalam khuf, lalu mencuci kaki kiri, kemudian memasukkannya ke dalam khuf, maka ini tidak sah. Hal itu karena ia memakai khuf sebelah kanan sebelum selesai berwudhu sempurna, mengingat kaki kirinya belum tercuci ketika itu.
Solusinya adalah ia mengeluarkan kembali kaki kanannya, lalu memasukkannya kembali ke khuf, karena ketika itu, kaki kirinya sudah tercuci.

Kedua: Kedua khuf harus menutupi semua bagian kaki yang wajib tercuci dalam wudhu.
Syarat ini terambil dari definisi khuf, yaitu pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam, semua khuf itu menutupi kaki sampai ke mata kaki.

Maksud “menutupi” pada permasalahan khuf adalah, air tidak bisa masuk ke dalamnya, seandainya air mengalir dari atas atau dari sekelilingnya. Jika khuf itu tersiram air dan airnya masuk ke dalam, maka tidak sah mengusapnya sebagai pengganti mencuci kaki. Karenanya, tidak sah mengusap khuf yang bolong atau robek, karena air bisa masuk darinya. Sebagaimana tidak sah mengusap kaos kaki, karena ia memiliki pori-pori besar, yang air bisa masuk dari sela-selanya. Adapun memakai khuf dari bahan yang transparan, maka hukumnya sah, selama air tidak masuk ke dalamnya.

Ketiga: Khuf harus bisa dipakai berjalan di medan yang biasa dilalui oleh musafir, baik dalam perjalanannya maupun untuk kepentingan safarnya, seperti untuk mencari kayu bakar atau air minum.
Intinya, khufnya harus memiliki bahan yang kuat, sehingga tidak mudah sobek. Syarat ini terambil dari keadaan khuf orang Arab umumnya, pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Jika khufnya terlalu longgar atau terlalu sempit sehingga membuatnya tidak bisa berjalan dengannya dalam jangka waktu yang lama, kecuali dalam keadaan susah payah, maka tidak sah mengusapnya. Syarat ini juga mempertegas tidak sahnya mengusap kaos kaki, karena ia tidak bisa dipakai berjalan oleh musafir.

Imam al-Nawawi berkata dalam al-Minhaj, “Syarat sahnya mengusap: Memakai khuf setelah bersuci sempurna, khuf menutupi semua bagian kaki yang wajib dicuci, khufnya suci, dan bisa digunakan mondar-mandir oleh musafir guna memenuhi kebutuhannya ketika safar.”

Tata Cara Mengusap Khuf:
Minimal dengan mengusapkan tangan yang basah pada bagian atas khuf, sebanyak satu kali. Maka tidak jika hanya mengusap bagian bawah atau bagian samping khuf.
Sunnahnya, ia mengusap dengan menggunakan dua tangan yang basah. Caranya: Ia meletakkan tangan kanan pada bagian depan atas khuf, dan tangan kiri pada bagian bawah tumit khuf. Lalu tangan kanannya mengusap ke arah belakang sampai bertemu betis, dan tangan kirinya mengusap ke arah depan sampai ke bagian bawah jari-jemari. Tentu saja sunnah mendahulukan khuf kanan sebelum khuf kiri.

Imam al-Nawawi rahimahullah berkata, “Sunnah mengusap bagian atas dan bagian bawah khuf, dengan cara seperti menarik garis.” Beliau juga menyatakan: Tidak sah mengusap khuf, jika yang terusap hanya bagian bawahnya saja, atau bagian tumitnya saja, atau bagian pinggirnya saja.

Waktu Bolehnya Mengusap Khuf:
Waktu bolehnya mengusap khuf adalah selama sehari-semalam (24 jam) bagi mukim dan musafir jarak dekat, dan tiga hari-tiga malam (3 x 24 jam) bagi musafir jarak jauh. Hal ini berdasarkan hadis Shafwan bin Assal dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhuma. Waktunya terhitung sejak berakhirnya hadas yang pertama terjadi setelah memakai khuf.

Contoh: Pada hari Senin, Zaid berwudhu sempurna pukul 09.00 pagi, lalu memakai khuf pukul 10.00, lalu tidur sebentar dari pukul 11.00 sampai 11.30, lalu mengusap khuf pukul 12.00 siang untuk salah Zuhur. Maka jika ia mukim atau musafir jarak dekat, ia tetap boleh mengusap khufnya sebagai pengganti mencuci kaki, sampai pukul 11.30 hari Selasa keesokan harinya. Jika musafir, ia boleh mengusapnya sampai hari Kamis pukul 11.30.

Jika ia mengusap saat mukim lalu safar jarak jauh, atau ia mengusap ketika safar lalu ia tiba kembali ke kotanya, maka ia hanya boleh mengusap sehari semalam saja. Hal itu karena, jika berkumpul pada seseorang dua status dalam sehari; mukim dan musafir, maka status mukim yang menjadi patokan hukum.
Abu Syuja’ rahimahullah berkata, “Mukim boleh mengusap selama sehari-semalam, dan musafir selama tiga hari-tiga malam. Waktunya terhitung sejak berhadas pertama kali sejak memakai khuf. Jika ia mengusap ketika mukim lalu safar, atau mengusap ketika safar lalu mukim, maka ia hanya boleh menyempurnakan durasi untuk mukim.”

Pembatal Mengusap Khuf:
Ada 3 keadaan, yang jika salah satunya terjadi, orang yang memakai khuf tidak boleh melanjutkan mengusap khufnya. Jika ia tetap mau mengusap, maka ia wajib melepaskan khufnya terlebih dahulu, lalu kembali bersuci sempurna untuk mengangkat hadas, lalu kembali memakai kedua khufnya. Setelah itu, ia kembali boleh mengusap dengan durasi yang baru.
Ketiga pembatal yang dimaksud adalah apa yang tersebut oleh Abu Syuja’ rahimahullah, “Mengusap khuf batal dengan salah satu dari tiga perkara: Melepas keduanya, berakhirnya masa pembolehan, dan semua yang mewajibkan mandi.”

Berikut penjelasannya:
Pertama: Melepaskan khuf. Walaupun ia terlepas secara tidak sengaja, dan walaupun yang terlepas hanya salah satunya.
Kedua: Berakhirnya durasi pembolehan mengusap.
Ketiga: Hadas besar. Hal ini berdasarkan hadits Shafwan bin Assal radhiallahu anhu.
Jika setelah ia mengusap khuf, ia melepaskannya untuk salat, maka ia hanya wajib mencuci kedua kakinya, dan tidak perlu mengulangi wudhu. Ini tentu saja jika ia tidak berhadas pada masa antara melepas khuf dengan wudhu. Jika ia berhadas pada masa itu, maka ia wajib mengulangi wudhu secara sempurna. Hal ini juga berlaku untuk pembatal yang kedua. Adapun pembatal ketiga, ia jelas wajib melepaskan khuf untuk mandi wajib.

Simak video penjelasan lengkap seputar Mengusap Khuf.
Baca artikel lain seputar thaharah pada Kategori Fiqh Thaharah.