Tanya:
Bismillah. Afwan ustadz ana mau bertanya mengenai menjamak salat, apakah boleh walaupun tanpa udzur? Jika boleh, tolong sertakan dalilnya.
muslimah [xxxxx@yahoo.com]
Jawab:
Menjamak dua salat termasuk rukhshah (keringanan) dalam syariat bagi mereka yang mempunyai uzur. Adapun uzur yang membolehkan seseorang menjamak salat adalah:
Kembali ke pertanyaan: Apakah boleh menjamak salat pada selain ketiga keadaan tersebut?
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata dalam al-Majmu’, “Penyebutan mazhab para ulama mengenai hukum menjamak dalam keadaan mukim, bukan karena takut, atau safar, atau sakit. Mazhab kami, yang juga merupakan mazhab Abu Hanifah, Malik, Ahmad, dan mayoritas ulama adalah bahwa hal itu tidak boleh. Ibnul Mundzir membawakan pendapat sebagian ulama yang membolehkannya jika ada sebab. Ia berkata, “Ibnu Sirin membolehkannya jika ada keperluan atau selama ia tidak menjadikan itu sebagai kebiasaan.”
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari menyebutkan ulama lain yang sependapat dengan Ibnu Sirin, yaitu: Rabiah, Asyhab, Ibnul Mundzir, dan al-Qaffal al-Kabir. Al-Khaththabi menisbatkan pendapat ini kepada sejumlah ulama hadis.”
Sebagian ulama ini berdalil dengan hadis Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma ia berkata:
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menjamak antara Zuhur dengan Asar, Magrib dengan Isya di Madinah, bukan karena kondisi takut dan bukan pula karena safar.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Abu Daud, “Bukan karena kondisi takut dan bukan pula karena hujan.”
Lalu Waki’ bin al-Jarrah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai sebabnya, maka beliau menjawab, “Beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya.”
Hanya saja, mayoritas ulama menjawab hadis Ibnu Abbas ini dengan 3 jawaban:
Pertama: beliau menjamaknya karena uzur lain, selain yang tersebut dalam hadis. Bisa jadi beliau menjamak karena sakit, atau bisa jadi karena kondisi jalan yang berlumpur sehabis hujan, atau bisa jadi karena ada penyakit yang menyebar di masyarakat ketika itu. Ada salah satu kaidah fiqhi yang berbunyi: Jika pada dalil terdapat dua atau lebih kemungkinan yang kuat, maka tidak boleh berdalil dengannya.
Kedua: Hal ini boleh pada awal-awal fase Madinah, kemudian hukumnya mansukh (terhapus).
Ketiga: Ini adalah perbuatan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang sifatnya kasuistik (qadhiah ‘ain), maka tidak boleh memberlakukannya secara umum. Terlebih tidak ada kejelasan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam mengenai alasan beliau melakukannya.
Kesimpulan:
Tidak boleh menjamak salat pada selain ketiga keadaan tersebut; safar, hujan, dan sakit. Wallahu A’lam.
Tambahan:
Bagi yang memiliki kondisi sulit untuk mengerjakan salat pada waktunya masing-masing, maka ia boleh bertaklid kepada pendapat sebagian ulama, yang membolehkan menjamak 2 salat karena ada urusan penting, selama ia tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Semisal seorang dokter bedah yang sementara menjalankan operasi berjam-jam, dan tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan operasi dan tidak ada dokter yang bisa menggantikannya. Wallahu A’lam.
Simak video penjelasan lengkap terkait Syarat Bolehnya Menjamak Salat.