Para ulama menyebutkan bahwa sebab-sebab pewarisan dalam Islam ada empat, yaitu:
- Nikah.
Yaitu ikatan pernikahan yang sah, walaupun mereka belum sempat berhubungan badan maupun berduaan. Bahkan walaupun dalam keadaan sakit menjelang ajal atau dalam iddahnya talaq raj’i, bukan talaq ba-in. Hak mewariskan karena sebab ini adalah hak mewariskan dari dua arah. Yaitu bila suami meninggal maka sang istri dapat menerima warisan, dan demikian pula sebaliknya.
- Wala’ (memerdekakan budak).
Yaitu hak menjadi waris ashabah yang karena anugrah kemerdekaan dari mu’tiq (orang yang memerdekakan) kepada budak. Hak mewariskan karena sebab ini adalah hak mewariskan dari satu arah saja. Artinya, seorang sayyid yang memerdekakan budaknya bila kelak budak tersebut meninggal dunia, maka sayyid tersebut dapat menerima warisan dari harta yang ditinggalkan oleh sang budak. Namun bila sayyid tersebut meninggal duluan, maka sang budak tidak dapat mewarisi harta tirkahnya sayyid.
- Nasab.
Artinya ada hubungan kerabat (antara waris dan muwarris), yaitu orang tua dan seatasnya (orang tuanya orang tua dan seterusnya kejalur atas), anak dan sebawahnya (keturunannya) dan yang setara dengan salah satunya (para paman dan saudara). Ahli waris dari jalur nasab adalah anak-anaknya mayit, orang tuanya mayit dan anak-anak dari orang tuanya mayit (saudaranya mayit).
Hak waris karena nasab terkadang bisa saling mewarisi dari dua arah (misal: antara ayah dan anak) dan terkadang hak waris hanya dari satu arah (misal: antara anak laki-lakinya saudara laki-laki selain ibu dan bibi pihak ayah, anak laki- laki tersebut dapat mewarisi dari bibi pihak ayah, tidak sebaliknya).
- Islam.
Jika seorang muslim meninggal dunia dan ia tidak memiliki ahli waris dari jalur nasab, nikah maupun wala’, maka harta tinggalannya menjadi milik baitul mal jika ada (terbentuk).
Permasalahan:
Apa contohnya empat sebab waris yang terkumpul dalam satu orang.?
Contohnya: Zaid membeli anak perempuan pamannya yang berstatus budak, kemudian memerdekakannya, kemudian menikahinya, kemudian ia meninggal, dan Zaid merupakan pemimpin kaum muslimin (imam al-muslimin). Maka status Zaid dari mayit (istrinya yang meninggal) adalah: anak laki- laki pamannya mayit, suaminya mayit, orang yang memerdekakan mayit dan orang yang bertanggung jawab terhadap baitul mal, karena ia merupakan imam. Namun Zaid mendapat warisan hanya atas nama sebagai suami dan anak laki-laki pamannya mayit.
(Sumber: Taqrirat Sadidah)
Baca artikel lain terkait warisan dan pembagiannya pada Kategori Fiqh Warisan.