Dari Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
كَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ. وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى. وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ. وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبُعِ. وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ بِالتَّسْلِيمِ
“Beliau membaca ‘tahiyyat’ pada setiap dua raka’at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkkan kakinya yang kanan. Dan beliau melarang duduk seperti duduknya setan, dan beliau melarang seseorang menghamparkan kedua dzira’ sebagaimana binatang buas menghamparkannya. Dan beliau menutup shalatnya dengan salam.” (HR. Muslim)
Cara duduk setan adalah: Menegakkan kedua betis, menduduki pantat, dan meletakkan kedua tangannya di atas tanah. Ini adalah penafsiran Abu Ubaidah Ma’mar bin Al-Mutsanna, Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallaam, dan selainnya.
Maksud menghamparkan dzira’ (ujur jari tengah sampai siku) adalah merapatkannya ke tanah.
Dari Abu Humaid As Saidi radhiallahu anhu ia berkata:
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ
“Apabila beliau duduk pada rakaat kedua, beliau menduduki kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Jika duduk pada rakaat terakhir, beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya dan beliau menduduki panggulnya.” (HR. al-Bukhari)
Dari Abdullah bin al-Zubair radhiallahu anhu ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَعَدَ فِي الصَّلَاةِ جَعَلَ قَدَمَهُ الْيُسْرَى بَيْنَ فَخِذِهِ وَسَاقِهِ وَفَرَشَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk dalam shalat, maka beliau memasukkan kaki kirinya di antara paha dan betisnya, serta menghamparkan telapak kaki kanannya, sambil meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan beliau letakkan tangan kanannya di atas paha kanannya, lalu beliau memberi isyarat dengan jari (telunjuk) nya.” (HR. Muslim)
Penjelasan ringkas:
Dalam shalat, ada dua jenis duduk tasyahud: (1) Duduk tasyahud awal yaitu yang terletak pada rakaat kedua, dan (2) duduk tasyahud akhir yang terletak pada rakaat terakhir sebelum salam.
Persamaan antara keduanya adalah bahwa kedua tangan diletakkan pada kedua paha, namun telunjuk tangan kanan berisyarat. Abu Syuja’ rahimahullah berkata menyebutkan sebagian sunnah-sunnah salat, “Meletakkan kedua tangan di atas kedua paha; tangan kiri terbuka, sementara tangan kanan menggenggam kecuali telunjuk, karena ia disunnahkan berisyarat dengan telunjuk, seraya membaca tasyahud.” Para fuqaha Syafiiyah menjelaskan bahwa jari telunjuk berisyarat, ketika tiba pada bacaan “illallah” pada kalimat “Asyhadu allaa ilaaha illallaah“. Telunjuk baru diturunkan ketika ia sudah salam.
Adapun perbedaan antara keduanya, maka para ulama menyebutkan beberapa perbedaan sebagai berikut:
Simak video penjelasan terkait Sunnah-Sunnah Muakkadah dalam Salat.