Para ulama menyebutkan banyak perbedaan antara nabi dan rasul, tapi di sini kami hanya akan menyebutkan sebahagian di antaranya:
- Jenjang kerasulan lebih tinggi daripada jenjang kenabian. Karena tidak mungkin seorang itu menjadi rasul kecuali setelah menjadi nabi.
Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diangkat menjadi nabi dengan 5 ayat pertama dari surah al-Alaq, dan diangkat menjadi rasul dengan dengan 7 ayat pertama dari surah al-Muddatstsir.
Imam al-Saffariny rahimahullah berkata, “Rasul lebih utama daripada nabi berdasarkan ijma’, karena rasul diistimewakan dengan risalah, yang mana (jenjang) ini lebih ringgi daripada jenjang kenabian.” (Lawami’ul Anwar: 1/50)
Al-Hafizh Ibnu Katsir juga menyatakan dalam Tafsirnya (3/47), “Tidak ada perbedaan (di kalangan ulama) bahwasanya para rasul lebih utama daripada seluruh nabi, dan bahwa ulul ‘azmi merupakan yang paling utama di antara mereka (para rasul).”
- Rasul diutus kepada kaum yang kafir, sedangkan nabi diutus kepada kaum yang telah beriman.
Allah Ta’ala menyatakan bahwa yang didustakan oleh manusia adalah para rasul dan bukan para nabi, di dalam firman-Nya:
ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَى كُلَّ مَا جَاءَ أُمَّةً رَسُولُهَا كَذَّبُوهُ
“Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya.” (QS. al-Mukminun: 44)
Dan dalam surah al-Syu’ara` ayat 105, Allah Ta’ala menyatakan:
كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.”
Allah Ta’ala tidak mengatakan: Kaum Nuh telah mendustakan para nabi, karena para nabi hanya diutus kepada kaum yang sudah beriman dan sudah membenarkan rasul sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam:
كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ
“Dahulu Bani Israil diurus (dipimpin) oleh banyak nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, maka digantikan oleh nabi setelahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
- Syariat para rasul berbeda antara satu dengan yang lainnya, atau bisa dikatakan bahwa para rasul diutus dengan membawa syari’at baru. Allah Ta’ala menyatakan:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. al-Maidah: 48)
Allah mengabarkan tentang Isa bahwa risalahnya berbeda dari risalah sebelumnya, di dalam firman-Nya:
وَلِأُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ
“Dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian yang dulu diharamkan untuk kalian.” (QS. Ali Imran: 50)
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menyebutkan perkara yang dihalalkan untuk umat beliau, dimana perkara ini telah diharamkan atas umat-umat sebelum beliau:
وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمَ وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا
“Dihalalkan untukku harta rampasan perang dan dijadikan untukku bumi sebagai tempat salat dan alat untuk bertayammum.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Jabir)
Adapun para nabi, mereka datang bukan dengan syari’at baru, akan tetapi hanya menjalankan syariat rasul sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada nabi-nabi Bani Israil, kebanyakan mereka menjalankan syariat Nabi Musa alaihissalam.
- Rasul pertama adalah Nuh alaihissalam, sedangkan nabi yang pertama adalah Adam alaihissalam.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang setelahnya.” (QS. al-Nisa`: 163)
Nabi Adam berkata kepada manusia ketika mereka meminta syafaat kepada beliau di Padang Mahsyar:
وَلَكِنِ ائْتُوْا نُوْحًا فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُوْلٍ بَعَثَهُ اللهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ
“Datangilah Nuh, karena dia adalah rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)
Jarak waktu antara Adam dan Nuh adalah 10 abad, sebagaimana dalam hadits sahih, yang diriwayatkah oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Thabrani.
- Seluruh rasul yang diutus, Allah selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya. Adapun nabi, ada di antara mereka yang berhasil dibunuh oleh kaumnya. Hal ini sebagaimana yang Allah sebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 91:
فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman?”
Juga dalam firman-Nya:
وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Mereka membunuh para nabi tanpa alasan yang benar”. (QS. al-Baqarah: 61)
Allah menyebutkan dalam surah-surah yang lain, bahwa yang terbunuh adalah seorang nabi, bukan seorang rasul.